Bantulah Share - Di jaman sekarang, sering kita jumpai, baik suami maupun istri yang sering bertelepon mesra dengan yang bukan mahram mereka. Lalu, apa yang harus dilakukan? Seperti pertanyaan seorang istri berikut ini, semoga jawabannya dapat bermanfaat bagi kita semua...
***
Pertanyaan:
Bismillah. Bagaimana sikap saya punya suami ikhwan tapi sering telfon sama wanita bukan mahrom dengan ucapan selayaknya orang kangen dalam waktu lama dan di hp ada nomer wanita-wanita utk hiburan, kalo saya tanya dia tidak mau jujur. Untuk memenuhi kebutuhan istri sama anak seringnya ngangluh, sedangkan dia makan sama teman diluar sana merasa bangga. Apa saya harus diam karena saya sudah berusaha menasehati tapi dia malah marah. (Tri)
Dijawab oleh Ustadz Abu Usamah Yahya:
Bismillah, Kita ma’lumi bahwa setiap wanita shalihah pasti mendambakan pasangan hidup dari laki laki yang shalih, sehingga ia dapat membimbingnya dalam agama serta menuntunnya diatas jalan menuju surga Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab, suami adalah imam bagi rumah tangga, jika ia baik niscaya kondisi rumah tangga akan menjadi baik, namun jika ia fasik maka akan terjadi ketimpangan agama dan akhlak pada keluarga tersebut. Dan tentunya wanita yang shalihah tidak layak mendapat pemimpin yang seperti ini. Allah Ta’ala dalam Al Quran telah memerintahkan kita untuk memilih pasangan hidup sesuai keadaan agama kita, baik itu pria maupun wanita, sebagaimana Firman-Nya,
Bismillah. Bagaimana sikap saya punya suami ikhwan tapi sering telfon sama wanita bukan mahrom dengan ucapan selayaknya orang kangen dalam waktu lama dan di hp ada nomer wanita-wanita utk hiburan, kalo saya tanya dia tidak mau jujur. Untuk memenuhi kebutuhan istri sama anak seringnya ngangluh, sedangkan dia makan sama teman diluar sana merasa bangga. Apa saya harus diam karena saya sudah berusaha menasehati tapi dia malah marah. (Tri)
Dijawab oleh Ustadz Abu Usamah Yahya:
Bismillah, Kita ma’lumi bahwa setiap wanita shalihah pasti mendambakan pasangan hidup dari laki laki yang shalih, sehingga ia dapat membimbingnya dalam agama serta menuntunnya diatas jalan menuju surga Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab, suami adalah imam bagi rumah tangga, jika ia baik niscaya kondisi rumah tangga akan menjadi baik, namun jika ia fasik maka akan terjadi ketimpangan agama dan akhlak pada keluarga tersebut. Dan tentunya wanita yang shalihah tidak layak mendapat pemimpin yang seperti ini. Allah Ta’ala dalam Al Quran telah memerintahkan kita untuk memilih pasangan hidup sesuai keadaan agama kita, baik itu pria maupun wanita, sebagaimana Firman-Nya,
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga). “ (an-Nur : 26)
Demikian juga Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan kepada wali perempuan untuk menikahkan putrinya kepada orang yang baik agamanya.
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ“Jika datang kepada kalian seorang (pelamar) yang kalian ridhai agamanya serta akhlaknya maka nikahkanlah ia(dengan putri kalian) jika tidak kalian lakukan maka akan terjadi Fitnah(cobaan) di muka bumi dan kerusakan yang luas.” [Riwayat at-Tirmidzi, Syeikh al-Albani rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi ]
Namun bagaimana jika semua usaha telah dilakukan untuk mendapat pasangan hidup yang baik, akan tetapi ternyata sang suami berubah di kemudian hari, ia menjadi pelaku maksiat, waliyaadzubillah , karena tidak menutup kemungkinan hal yang demikian bisa terjadi kepada siapa saja, sebagaimana keyakinan dari ahlu sunnah bahwa iman seseorang terkadang naik dan turun dan manusia itu tidak pernah lepas dari kesalahan dan dosa.
Dalam keadaan demikian hendaklah sang istri melihat dengan terperinci dan bijaksana dosa-dosa yang dilakukan sang suami dengan rincian sebagai berikut :
Pertama : Jika suami melakukan dosa kecil ( artinya tidak sampai ke derajat dosa besar yang mendapatkan ancaman neraka Allah ‘Azza wa Jalla ) maka hendaknya ia bersabar dengan menasihatinya dengan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai kemampuan dengan cara yang baik ( tidak seperti menggurui hingga terkesan membodohkan sang suami ), ditambah lagi dengan selalu berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberinya hidayah. Selain itu tidak boleh baginya untuk menceritakan hal tersebut kepada orang lain, karena ini merupakan aib suami.
Kedua : Jika suami melakukan dosa besar ( dosa yang mendapat ancaman neraka atau laknat dari Allah Ta’ala ) semisal minum khamer, zina dan sebagainya maka yang harus ditempuh sang istri :
– Tetap menasihatinya dengan cara yang baik dengan meminta suaminya untuk segera bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tentunya senantiasa diiringi berdoa kepada Allah Ta’ala dengan khusyu’ dan ikhlash agar suaminya dapat kembali ke jalan yang lurus.
– Jika dengan cara pertama tidak berubah atau bahkan terjadi keributan dan malah menjadi-jadi dalam berbuat maksiat maka hendaknya sang istri meminta bantuan pihak ketiga, yaitu orang tua suami atau saudaranya yang ia segani. Diharapkan dengan ini akan berubah dengan sebab nasihat dari keluarga dan kerabat sendiri tanpa melibatkan orang lain yang bukan kerabat. Namun jika ia tidak mendapatkan orang yang bisa menasehatinya pada keluarganya, maka si istri boleh melibatkan orang lain yang dihormati suami dalam urusan agama.
– Apabila suami tetap tidak berubah maka sang istri hendaknya memperhatikan, yakni apabila dosa besar yang dilakukan suaminya tersebut adalah dosa yang sangat berpengaruh pada agama istri dan keluarga maka jalan yang terakhir adalah meminta cerai (khulu’), namun tentunya dengan pertimbangan syar’I dan kesiapan mental yang matang. Namun jika dosa itu hanya kembali pengaruhnya kepada suami saja maka hendaknya istri bersabar dan terus berusaha semampunya untuk menasihati, walaupun boleh baginya meminta cerai. Sebab dalam hadits disebutkan,
عَنْ ثَوْبَانَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.“Dari Tsauban radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,’Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan syar’i maka haram baginya bau surga.’” [Riwayat Abu Dawud no. 2228, at-Tirmidzi No. 1187. Hadis ini dishahihkan oleh al-Albani dalam ta’liq-nya]
– Namun apabila dosa tersebut merupakan perbuatan syirik besar atau kekufuran yang membatalkan islam dan suami tidak mau bertobat dari perbuatan tersebut meskipun telah ditegakkan hujah atasnya, maka wajib bagi istri bercerai dengan suami. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana “ [al-Mumtahanah: 10 ]
Nasehat untuk kita semua terkhusus kepada sang suami dari penanya hendaklah merenungkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang menerangkan bahwa suami adalah pemimpin keluarga maka hendaknya ia mengemban amanah ini dengan baik, karena ia akan ditanya tentang kepemimpinannya di hari kiamat. Dalam sebuah hadis disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا“Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, “Aku mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ‘Setiap kalian pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang apa yang ia pimpin, dan imam (umaro’) adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang rakyatnya, dan seorang laki laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan dimintai tanggung jawab tentang apa yang ia pimpin, dan seoarang perempuan di rumah suaminya adalah pemimpin dan ia akan dimintai tanggung jawab tentang apa yang ia pimpin…’” [Riwayat Bukhari No. 2751. Muslim No. 4828]
Juga hendaknya memperhatikan apa yang dikatakan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ketika beliau di Tanya tentang hukum surat menyurat dengan perempuan yang bukan mahramnya, beliau rahimahullahu berkata:
“Tidak boleh bagi seorang lelaki, siapapun dia, untuk surat-menyurat dengan wanita ajnabiyah. Karena hal itu akan menimbulkan fitnah. Terkadang orang yang melakukan perbuatan demikian menyangka bahwa tidak ada fitnah yang timbul. Akan tetapi syaithan terus menerus menyertainya, hingga membuatnya terpikat dengan si wanita dan si wanita terpikat dengannya.”
Beliau rahimahullahu melanjutkan,
“Dalam surat-menyurat antara pemuda dan pemudi ada fitnah dan bahaya yang besar, sehingga wajib untuk menjauhi perbuatan tersebut, walaupun penanya mengatakan dalam surat menyurat tersebut tidak ada kata-kata keji dan rayuan cinta.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, 2/898)
Nasehat buat sang istri :
Pertama, Hendaknya bersabar dengan sepenuh hati, mungkin Allah ‘Azza wa Jalla sedang menguji anda, jika anda bersabar mungkin bisa jadi ladang pahala buat anda in syaa Allah, serta ingatlah bahwa istri yang shalihah adalah istri yang dapat menyimpan rahasia suaminya. Kecuali jika keadaan memaksanya untuk menceritakan kepada orang lain. Hal ini seperti yang dilakukan oleh shahabiyah Hindun yang mengadukan kebakhilan suaminya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua, hendaknya anda sebagai istri banyak berintrospeksi diri tentang kondisi agama anda sendiri serta ketaatannya kepada suami, karena bisa jadi perubahan dari suami belakangan ini pemicunya dari anda sendiri yang mungkin sudah berkurang keta’atannya dan sebagainya. Maka dari itu mungkin dengan saling bicara satu sama lain dengan hati yang lapang akan lebih menemukan solusi dalam rumah tangga.
Ketiga, jangan terburu-buru meminta khulu’ kecuali memang benar-benar ada mashlahat diniyyah dengan pertimbangan yang sesuai syari’at dan bimbingan ahli ilmu serta dengan kesiapan mental yang matang.
Allahua’lam bish shawwaab, kami ikut mendo’akan semoga masalah keluarga anda segera membaik dan bisa menjadi keluarga idaman setiap muslim. Aamiin…
Sumber : 9trendingtopic.blogspot.com