Dunia saat ini memang dipenuhi dengan ujian dan godaan. Ujian terbesar khususnya bagi kaum laki-laki dikatakan adalah wanita. Banyak kita saksikan sebuah rumah tangga berakhir karena fitnah-fitnah yang menguji masing-masing pasangan tidak mampu dihindari.
Namun, ada sesuatu yang menarik ketika kita melihat sosok Syuraih bin al Harits bin Qais al-Qadhi rahimahullah ketika beliau bersyair tentang cinta :
Kulihat kaum laki-laki memukul istri mereka
Namun tanganku lumpuh untuk memukul Zainab
Zainab adalah matahari, sedang wanita lain adalah bintang-bintang
Jika Zainab muncul, tak akan nampak lagi bintang-bintang
(Siyar A’lamin Nubala 4/106)
Inilah gambaran cinta seorang suami kepada istrinya saat dihadapkan dengan fitnah-fitnah wanita yang lain. Saat ini, kita lihat sebagian orang yang telah dikaruniai rizki pernikahan, mereka kadang tidak mampu mensyukuri atas apa yang telah dikaruniakan Allah padanya yaitu berupa pasangan. Bahkan tragisnya, mereka bahkan ada yang berselingkuh secara diam-diam padahal Allah Azza wa jalla melihatnya.
Lalu, apakah makna sebuah pernikahan bagi mereka?
Jika kita mau memahami nilai sebuah pernikahan, maka itu terletak pada tujuan pernikahan yaitu dengan munculnya rasa ketakwaan di diri masing-masing pasangan. Rasa tanggung jawab terhadap pasangan hidupnya, saling menguatkan dalam keimanan, berbagi masalah dan ujian lainnya untuk diselesaikan bersama. Dan yang terpenting adalah sebuah kejujuran.
Sebuah pernikahan yang tidak lagi dibangun atas dasar cinta karena Allah, maka ia akan rapuh. Dunia akan mengalihkannya sehingga mereka akan disibukkan dengan aktifitas keduniawian tanpa ada kebersamaan dalam rangka memupuk rasa kasih sayang. Apalagi jika sampai suami menganggap wanita lain selain isterinya lebih baik.
Bayangkanlah! Bagaimana keletihan fisik isteri saat membereskan pekerjaan rumah, menyajikan masakan terbaik bagi suami, mendidik anak-anak dengan ikhlas, dan saat-saat terbaik isteri memberikan perhatian penuh pada suami.
Maka yakinlah bahwa bukan wanita karir di luar yang terbaik, bukan pula wanita yang bersolek, namun wanita yang terbaik adalah yang saat ini melayani suami di rumah. Bagaimanapun keadaannya, namun ia tetap yang terbaik. Bagaikan matahari yang tak lagi memunculkan ‘bintang-bintang’. Wallahu’alam.
Sumber : ummiindonesia.com