Kasus tewasnya Siyono, terduga teroris di tangan anggota Densus 88, membuka fakta baru soal uang dua gepok. Uang yang belakangan diketahui berjumlah Rp 100 juta itu diberikan Densus masing-masing Rp 50 juta kepada Suratmi dan Wagiyono, istri dan kakak Siyono.
"Dirayu Densus perempuan dengan memberi uang. Suratmi mendapat satu gepok buat anak-anak dan Wagiyono satu gepok. Masing-masing Rp 50 juta dan total Rp 100 juta," kata Siane sembari membuka uang dari Densus 88 di Komnas HAM Jakarta, Senin (11/4).
Suratmi, menurut Siane, menyerahkan uang tersebut kepada PP Muhammadiyah dan Komnas HAM lantaran enggan menerimanya. Menurut Siane, uang tersebut diserahkan tanpa tanda terima.
"Anggaran darimana kita tak tahu. Tidak ada tanda terimanya juga," kata Siane.
Sementara di kesempatan yang sama, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas mengatakan, pihaknya akan membahas uang tersebut.
"Uang ini akan kami rapatkan dengan Komnas HAM, mau diapakan uang ini secara transparan untuk mengungkap sisi terang tentang proses dan kematian tidak wajar dari kematian Siyono itu," kata dia.
Selain itu, Komisioner Komnas HAM Hafidz Abbas menyatakan, keluarga Siyono enggan menerima uang tersebut lantaran kematian warga Klaten itu terdapat kejanggalan.
"Tentu dia butuh duit, tapi duit ini tidak disentuh dapat dibayangkan idealisme orang walau sangat butuh tapi karena ada kebenaran dicari maka diserahkan kepada kuasa hukumnya PP Muhammadiyah. Semoga tidak tergoda," kata Hafidz.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Tito Karnavian tak mempersoalkan uang Rp 100 juta yang diberikan Komandan Detasemen Khusus Densus 88 Anti Teror Polri Brigadir Jenderal Eddy Hartono kepada keluarga Almarhum Siyono. Ketika dirinya masih di Densus 88 Anti Teror, Tito mengaku hal itu biasa dilakukan Densus 88 kepada keluarga terduga teroris.
"Bisa saja, Kadensus Brigjen, punya anggaran, punya gaji juga lumayan dan bisa juga patungan dengan teman-teman lainnya, itu sering kita lakukan," kata Tito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/4).
Tito menjelaskan, dari 121 terduga teroris yang meninggal, sebagian keluarganya diberikan uang kemanusiaan dari Densus 88 Anti Teror. Namun, bagi keluarga terduga teroris yang secara ekonomi sudah mapan, tidak diberikan uang kemanusiaan.
"Ada yang dikasih, ada yang tidak, kalau yang dia punya uang ya enggak perlu, ini kan kemarin keluarganya Siyono datang ke Jakarta, saya dapat informasi, kemudian mereka ditawarkan karena perjalanan biaya pemakaman, ambulans, ada yang tinggal di Jakarta, mereka makan segala macam kan kasihan, kalau terima syukur ya kalau enggak terima ya tolak saja sejak awal," jelas Tito.
Seperti diketahui, berdasarkan autopsi dokter Muhammadiyah, kematian Siyono karena benda tumpul dan benturan keras yang diduga dilakukan Densus 88. Keluarga Siyono juga mengaku diberi segepok uang damai dari Densus 88.
Sumber : merdeka.com