loading...

Bolehkah wanita menampakkan rambutnya atau lainnya di hadapan ayah atau kakaknya atau mahram yang lain?



Masalah ini sebenarnya ada silang pendapat di antara para ulama.

Pendapat pertama, yaitu pendapat dari ulama Malikiyah, Hambali, aurat wanita di hadapan sesama mahramnya adalah selain wajah, kepala, kedua telapak tangan dan kaki. Ini berarti tidak boleh membuka dadanya, payudaranya dan semacam itu di hadapan sesama mahram karena masih tergolong aurat. Untuk ayah wanita diharamkan untuk melihat anggota tubuh tersebut walaupun tanpa syahwat dan nafsu.

Pendapat kedua, pendapat ulama Hanafiyah, yaitu aurat wanita dengan sesama mahramnya yaitu antara pusar dan lutut. Begitu pula yang termasuk aurat adalah punggung dan perut. Selain aurat tersebut boleh untuk dipandang oleh sesama mahram selama aman dari fitnah (godaan) dan selama tidak dengan syahwat (nafsu).

Pendapat ketiga, adapun ulama Syafi’iyah berpandangan boleh laki-laki memandang wanita yang masih mahram dengannya selain antara pusar dan lutut. Mahram yang dimaksudkan di sini adalah karena sebab nasab, persusuan atau pun pernikahan yang sah.

Ulama Syafi’iyah juga ada yang berpandangan lain sama seperti pendapat pertama, yaitu boleh memandangi mahram hanya pada bagian tubuh yang biasa dipandang ketika ia bekerja di dalam rumah. Yaitu yang boleh dipandang berarti adalah kepala, leher, tangan hingga siku dan kaki hingga lutut.

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

Adapun hukum seorang pria melihat dan memandang mahramnya, pendapat yang paling kuat (perselisihannya tidak terlalu kuat dalam madzhab, pen.), yang boleh dilihat hanya yang di atas pusar dan di bawah lutut. Ada pendapat lain pula (dalam madzhab Syafi’i) yang mengatakan hanya boleh melihat seperti keadaan ketika berkhidmat dan beraktivitas dalam rumah. Wallahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim, 4: 30).

Maksud Imam Nawawi untuk pendapat kedua di atas adalah yang boleh terlihat bagi mahram hanyalah yang wajar dilihat seperti wajah, rambut, leher, telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu berarti termasuk aurat dan tidak boleh ditampakkan berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ

“Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam …” (QS. An-Nur: 31). Yang disebutkan setelah suami dalam ayat ini adalah mahram dari wanita. Boleh menampakkan perhiasan pada mahram tersebut. Namun bukan dengan sengaja ingin memamerkan perhiasannya dan bukan pula untuk bermaksud bersolek. Demikian disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim(5: 528) karya Ibnu Katsir rahimahullah.

Adapun apa yang dimaksud perhiasan, sudah dijelaskan ada perbedaannya. Yang terdapat satu suara, yang tidak boleh terlihat oleh mahram adalah antara pusar dan lutut. Sedangkan selain itu ada perselisihan di antara para ulama. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 36: 202.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Sumber : rumaysho.com